Lambung, Pengolah Makanan Jasad dan Ruh
“Pencegahan adalah inti pengobatan. Lambung adalah rumah
penyakit. Biasakanlah tubuh itu mengkonsumsi yang biasa dikonsumsinya.”
(Harits Bin Kaladah – Zadul Maad)
Lambung (Al Janib) dapat menjadi sarang penyakit karena
ia adalah tempat awal pencernaan. Di situlah nutrisi diolah, lalu
disalurkan ke usus dan seluruh tubuh. Tanpa lambung, seseorang perlu
makan enam kali sehari dan bukannya tiga kali. Letak lambung terkurung
di tengah perut namun lebih condong ke kanan sedikit, tepatnya di bawah
diafragma (sekat antara rongga dada dan rongga perut) dan di depan
pankreas.
Lambung yang berbentuk menyerupai kantung kulit lentur berleher
panjang dapat mengembang dan mengecil jika kosong. Lambung adalah bagian
dari saluran pencernaan yang dapat mekar paling banyak. Besaran lambung
rata-rata mampu menampung 1,5 liter makanan. Bagian luar lambung tampak
mengkilat dan berwarna merah muda, sedangkan permukaan dalamnya
bergelombang mengkilat.
Pencernaan di lambung berbeda dengan pencernaan di mulut. Ketika
makanan dicacah oleh gigi dan dilumasi oleh air liur, maka terjadilah
pencernaan secara mekanis. Sedangkan proses kimiawi terjadi ketika air
liur yang melumasi makanan mengubah zat pati seperti nasi menjadi gula.
Makanan yang telah dikunyah kemudian ditelan melalui kerongkongan
sejauh 25 sentimeter. Perjalanan makanan di kerongkongan yang dibantu
oleh gravitasi dan otot polos di balik leher ini memerlukan waktu
sekitar 12 detik. Kecepatan dalam mengunyah dan menelan turut
mempengaruhi banyaknya udara yang terperangkap masuk ke dalam lambung.
Oleh sebab itu, mengunyah makanan dengan terburu-buru dapat
mengakibatkan banyak bersendawa.
Setelah melewati ujung kerongkongan, makanan masuk ke lambung
melalui celah sempit di antara otot-otot yang disebut kardia. Otot-otot
di celah bagian bawah kerongkongan ini menjadi katup penutup agar
makanan yang telah masuk ke dalam lambung tidak tumpah ke kerongkongan.
Namun demikian, arus balik makanan dari dalam lambung ke kerongkongan
dapat terjadi akibat kelebihan kapasitas makanan dalam lambung, segera
tidur setelah selesai makan, keadaan marah dan takut, pakaian yang
terlalu sempit serta akibat pengaruh buruk alkohol. Kejadian seperti ini
disebut dengan refluks yang menimbulkan rasa panas terbakar di
kerongkongan.
Setibanya makanan di kerongkongan, maka sel-sel di permukaan
lambung mulai melepaskan asam lambung agar makanan yang masuk ke sisi
kubah lambung dapat bercampur dengannya. Setelah makanan terlumuri asam
lambung, maka proses pencernaan secara kimiawi berlanjut di bagian
terluas dari lambung atau tubuh lambung. Getah lambung dikeluarkan oleh
sekitar 35 juta kelenjar yang terdapat dalam lambung. Cairan getah
lambung yang diperlukan mencapai 1-2 liter.
Dari sejumlah cairan lambung yang dilepaskan, terdapat faktor
intrinsik yang akan melindungi vitamin B12 dari pengaruh asam lambung
yang menjadikannya dapat diserap oleh tubuh agar tidak mengalami anemia.
Sedangkan unsur penyusun getah lambung yang berupa enzim pencerna
yaitu, pepsin untuk memecah protein menjadi pepton, rennin sebagai
pengurai protein susu, sejumlah kecil enzim lipase lambung untuk
mencerna lemak dan 0,4 persen asam hidroklorida.
Asam hidroklorida (HCL) berfungsi mengasamkan semua makanan dan
membunuh hampir seluruh kuman yang ikut masuk ke dalam lambung, dengan
demikian lingkungan lambung tetap pada kondisi hampir steril. Kehadiran
asam hidroklorida juga berperan menghentikan aktivitas pencernaan
karbohidrat oleh enzim amilase, mengurai protein pada daging dan
beberapa makanan yang sulit dicerna.
Asam lambung akan mempengaruhi pH (tingkat keasaman) lambung
sehingga memiliki pH sekitar 1,0 – 3,5. Asam lambung bekerja seperti api
yang membara dan dapat menghancurkan daging, bahkan silet. Lalu
bagaimana ia tidak membuat lambung ikut hancur tercerna bersama daging
yang dimakan?
Lambung terdiri dari beberapa lapisan yang saling menunjang dalam
mencegah bahaya. Lapisan terluar lambung terdiri atas lapisan
peritoneal yang disebut serosa. Lapisan peritoneal ini akan mengeluarkan
cairan licin untuk melumasi dinding luar lambung dan lapisan luar usus.
Dengan demikian walaupun keduanya berada pada posisi yang bersebelahan
dan pergesekan terjadi ketika lambung mengaduk makanan, namun hal itu
tidak akan merusak dinding lapisan terluar keduanya.
Di bawah lapisan peritoneal ada lapisan berotot yang terdiri dari
tiga lapisan serabut. Kemudian setelahnya terdapat lapisan submukosa
yang berisi pembuluh darah dan saluran limfe, sedangkan lapisan terdalam
lambung terdiri atas lapisan mukosa (selaput lendir) yang dilapisi
epitel yang penuh dengan saluran limfe. Semua sel-sel ini mengeluarkan
lendir bikarbonat yang bersifat basa, sehingga dapat meredam bahaya asam
lambung yang merusak. Singkatnya, lendir yang dilepaskan dari kelenjar
yang berada di antara kelenjar pelepas asam klorida menjadi perisai agar
lambung tidak mencerna/ merusak dirinya sendiri. Subhanallah…
Dinding lambung akan kehilangan 1,5 juta sel setiap harinya
akibat terpapar getah lambung, oleh karenanya lapisan dinding lambung
yang berhadapan dengan asam lambung mengalami peremajaan setiap tiga
hari sekali. Perlindungan lain agar asam lambung tidak merusak lambung
itu sendiri adalah bahwa enzim pepsin pemecah protein tidak dilepaskan
ketika perut kosong dan pada awalnya pepsin dilepaskan dalam bentuk
tidak aktif atau dalam bentuk pepsinogen supaya lambung tidak terluka
karenanya.
Pepsinogen baru akan berubah menjadi pepsin (enzim aktif pencacah
protein secara kimiawi), ketika terjadi pelepasan asam klorida dan hal
ini terjadi saat lambung mendapat asupan makanan. Sementara pelepasan
asam klorida dalam lambung dipicu oleh hormon gastrin yang bertugas
memberikan sinyal ke dalam aliran darah agar kelenjar tertentu
melepaskan asam klorida.
Sistem pelepasan cairan dalam lambung yang dibantu oleh sistem
syaraf telah didisain dengan cermat agar lambung dapat menjalankan
fungsi yang bertolak belakang sekaligus, hal ini bertujuan agar proses
mencerna dapat berjalan dengan efisien namun tetap tidak merusak lambung
itu sendiri. Namun pada kondisi stress lambung dapat mengalami cedera,
hal ini dikarenakan kontrol sistem saraf yang terpicu oleh sensasi
terhadap bau, rasa, dan berfikir tentang makanan menyebabkan otak
mengirim sinyal ke kelenjar sekretorik di lambung sehingga memicu enzim
untuk aktif mencerna walau dalam lambung tidak terdapat makanan.
Otot-otot lambung tersusun dalam tiga arah yang terpisah. Hal ini
memungkinkan lambung untuk mengembang dan berkerut dengan mudah dari
kanan ke kiri, atas dan bawah serta arah diagonal agar makanan terlarut
secara sempurna oleh cairan lambung. Denyutan pada lambung memerlukan
waktu sekitar tiga kali per menit di bagian atasnya, sedangkan bagian
bawahnya berdenyut lebih cepat.
Sementara proses pelumatan makanan dari bentuk padat menjadi
setengah padat dan terakhir menjadi cair memerlukan waktu sekitar dua
sampai empat jam. Lamanya waktu makanan bersemayam di dalam lambung ini
tergantung pada jenisnya.
Makanan cair akan lebih cepat melintasi lambung daripada makanan
padat, makanan yang dikunyah lebih lumat juga akan lebih cepat melintasi
lambung daripada yang kurang lumat. Selain itu, jenis makanan
berpengaruh terhadap lamanya proses mencerna.
Suhu makanan juga berpengaruh terhadap waktu pencernaan. Semakin
dingin suhu makanan maka akan semakin memperlambat proses pencernaan.
Terhambatnya proses pencernaan oleh suhu dingin terjadi karena suhu
makanan mempengaruhi suhu dalam lambung. Apabila suhu lambung menurun
jauh di bawah suhu normalnya, yaitu sekitar 37o Celsius maka aktivitas
mencerna akan ditunda sampai suhu lambung kembali normal.
Faktor lain yang dapat memperlambat pencernaan adalah makanan
yang kaya akan lemak, aktivitas olah raga dan keadaan pikiran. Aktivitas
berolah raga akan menyita suplai energi yang seharusnya diberikan pada
sistem pencernaan, oleh karenanya bukan kebiasaan yang baik apabila
melakukan olah raga setelah makan.
Setelah makanan dilumat, maka sekitar 70 cc makanan cair berjalan
melalui lubang pintu keluar atau dalam bahasa arab disebut bawwab. Di
pintu keluar ini terdapat katup pilorik yang memisahkan lambung dengan
usus dua belas jari. Ketika sejumlah kecil makanan masuk ke usus dua
belas jari, katup pilorik akan menutup sampai makanan cair tersebut
dinetralkan oleh getah usus dua belas jari, getah pankreas dan cairan
empedu yang bersifat basa. Bila otot pilorik kembali mengendur, ini
artinya usus dua belas jari telah siap menerima kiriman lain dari isi
lambung.
Fungsi pendistribusian makanan dari lambung ke usus dua belas
jari secara perlahan adalah untuk mencegah kerusakan usus dua belas jari
akibat pengaruh cairan asam yang tercampur dalam makanan. Oleh sebab
itu, apabila asam mengikis dinding sfrinkter pilorik maka akan terjadi
peradangan dan dapat menjadi tempat bersemayamnya bakteri helicobacter
pylori yang memicu maag.
Makanan yang telah dinetralisir di usus dua belas jari, sebagian
akan dicerna lebih lanjut di usus halus dengan bantuan cairan khusus
yang dikirimkan dari pankreas dan hati. Sebagian yang lain disalurkan
oleh sistem peredaran darah ke seluruh tubuh melalui penyerapan di usus
halus. Semua makanan yang telah menjadi saripati ini akan menjadi
nutrisi, bahan dasar energi dan untuk perbaikan sel. Sedangkan ampas
lambung yang telah melewati hepar akan menjadi cairan empedu dan air
seni.
Ibnu Qoyyim menyebutkan bahwa apabila makanan telah dilumat
menjadi cairan maka saripatinya yang paling halus dan paling ringan
disalurkan kepada ruh. Saripati yang disalurkan ke penglihatan akan
menjadi alat melihat, yang disalurkan ke pendengaran akan menjadi alat
mendengar dan yang disalurkan ke penciuman akan menjadi alat cium.
Demikian pula disalurkan ke seluruh alat panca indra sesuai dengan
fungsi masing-masing.
Setelah diproses dalam lambung makanan akan berubah menjadi darah
yang memberi karakter sanguin (ceria), cairan hitam yang memberi
karakter melankolis (murung), cairan kuning yang memberi karakter
kholerik (mengendalikan) dan lendir yang memberikan karakter plegmatis
(apatis), maka merupakan hikmah Ilaahi adalah Allah menciptakan bagi
masing-masing cairan di atas tempat khusus. Cairan yang disalurkan ke
anggota tubuh adalah cairan yang paling sempurna. Allah jadikan empedu
sebagai tempat cairan yang berwarna kuning, limpa sebagai tempat cairan
yang berwarna hitam sementara jantung menjadi tempat cairan yang paling
baik, yaitu darah. Darah itu dipompa oleh jantung ke seluruh bagian
tubuh.
Jika melihat kekuatan lahir ataupun batin masing-masing anggota
tubuh yang saling berbeda bentuk maupun fungsinya, niscaya akan terlihat
pemandangan yang sangat menakjubkan. Misalnya kekuatan pendengaran,
penglihatan, penciuman, perasa, peraba, perasaan cinta, benci, suka,
marah dan kekuatan lain yang berkaitan dengan alat berfikir dan alat
berkehendak.
Demikianlah kekuatan yang dihasilkan dari saripati makanan,
bagaikan kekuatan yang menggerakkan, mengukuhkan dan mendorongnya
beraktivitas setelah seluruh anggota tubuh mengambil bagiannya.
Lebih lanjut Ibnu Qoyyim mengatakan bahwa orang yang memelihara
binatang buas, maka ia akan tertular tabiat dan perangai binatang yang
dipeliharanya. Dan jika memakan dagingnya, maka sangat mungkin ia akan
menyerupai tabiat dan perangai binatang itu, karena seseorang akan
memiliki kemiripan (tabiat) dengan apa yang ia makan.
Al-Imam al-Fakhrurrazi mengatakan dalam penafsirannya tentang
ayat ketiga dari surat al-Maa’idah bahwa ahli ilmu mengatakan, “Makanan
itu menjadi bagian dari substansi orang yang memakannya, sehingga
mengharuskan baginya memiliki sifat dan akhlak sesuai dengan jenis
makanan yang dikonsumsinya.”
Sementara Ibnu Khaldun mengatakan, “orang Arab makan daging unta
sehingga mereka menjadi keras, orang Persia makan daging kuda sehingga
mereka menjadi kejam, orang Perancis makan daging babi sehingga mereka
memiliki sifat dayuts (tidak perduli dengan kehormatan diri dan
keluarga).
Oleh karenanya penjagaan tubuh yang terbaik adalah menjaga lambung dari makanan yang merusak jasad dan ruh. Wallahu A’lam Bis Shawwab (tb/berbagai sumber).
Disari dari Tabloid Bekam Edisi II Cet. Ulang (Maag, Madu Obatnya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar