Kenikmatan adalah hal yang didambakan setiap orang. Dan setiap
kenikmatan juga dapat sekaligus menjadi ujian bagi seseorang. Salah satu
kenikmatan yang dikaruniakan oleh Allah bagi sepasang insan adalah
hadirnya sang buah hati dalam kehidupan. Ketika telah lahir, maka
fisiknya yang lucu mengundang orang untuk memandang, memanjakan,
menyentuhnya. Dan ketika tumbuh beranjak menjadi sosok kanak-kanak,
tetap tingkah lakunya banyak mengundang perhatian orang.
Dengan sebab ini, maka perlulah kita ketahui sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, “Setiap yang memiliki kenikmatan pasti ada yang iri
(dengki).” (Shahihul Jami’ 223. Lihat majalah Al Furqon). Perlu menjadi
perhatian bagi orang tua bahwa dalam syari’at Islam telah dijelaskan
adanya bahaya ‘ain (pandangan mata) terutama bagi anak-anak. Pandangan
mata yang berbahaya ini dapat muncul dengan sebab kedengkian orang yang
memandang atau karena kekaguman.
Bahaya ‘Ain
Ibnu Qoyyim rohimahullah dalam kitab Tafsir Surat Muawwadzatain berkata,
“Bahaya dari pandangan mata dapat terjadi ketika seseorang yang
berhadapan langsung dengan sasarannya. Sasaran tukang pandang terkadang
bisa mengenai sesuatu yang tidak patut didengki, seperti benda, hewan,
tanaman, dan harta. Dan terkadang pandangan matanya dapat mengenai
sasaran hanya dengan pandangan yang tajam dan pandangan kekaguman.”
Pengaruh dari bahaya pandangan mata pun hampir mengenai Rasulullah
shollallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana firman-Nya,
وَإِن يَكَادُ الَّذِينَ كَفَرُوا لَيُزْلِقُونَكَ بِأَبْصَارِهِمْ لَمَّا سَمِعُوا الذِّكْرَ وَيَقُولُونَ إِنَّهُ لَمَجْنُونٌ
“Sesungguhnya orang-orang kafir itu benar-benar hampir menggelincirkan
kamu dengan pandangan mereka, tatkala mereka mendengar al Qur’an dan
mereka mengatakan ‘Sesungguhnya dia (Muhammad) benar-benar gila.” (Al
Qalam [68]: 51)
Terdapat pula hadits dari Ibnu Abbas bahwasanya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
العين حقُُّ ولو كان شيء سابق القدر لسبقته العين
“Pengaruh ‘ain itu benar-benar ada, seandainya ada sesuatu yang bisa
mendahului takdir, ‘ainlah yang dapat melakukannya.” (HR. Muslim)
Subhanallah, lihatlah bagaimana bahaya ‘ain telah dijelaskan dalam
Al-Qur’an dan As Sunnah. Dan terdapat pula contoh-contoh pengaruh buruk
‘ain yang terjadi pada masa sahabat. Salah satunya adalah yang terjadi
ada Sahl bin Hunaif yang terkena ‘ain bukan karena rasa dengki namun
karena rasa takjub. Sebagaimana dalam hadits,
Dari Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif menyebutkan bahwa Amir bin Rabi’ah
pernah melihat Sahl bin Hunaif mandi lalu berkatalah Amir, “Demi Allah,
Aku tidak pernah melihat (pemandangan) seperti hari ini, dan tidak
pernah kulihat kulit yang tersimpan sebagus ini.” Berkata Abu Umamamh,
“Maka terpelantinglah Sahl.” Kemudian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam mendatangi Amir. Dengan marah beliau berkata, “Atas dasar apa
kalian mau membunuh saudaranya? Mengapa engkau tidak memohonkan
keberkahan (kepada yang kau lihat)? Mandilah untuknya!” Maksudnya Nabi
menyuruh Amir berwudhu kemudian diambil bekas air wudhunya untuk
disiramkan kepada Sahl dan ini adalah salah satu cara pengobatan orang
yang tertimpa ‘ain bila diketahui pelaku ‘ain tersebut (*). Maka Amir
mandi dengan menggunakan satu wadah air. Dia mencuci wajah, kedua
tangan, kedua siku, kedua lutut, ujung-ujung kakinya dan bagian dalam
sarungnya. Kemudian air bekas mandinya itu dituangkan kepada Sahl,
lantas dia sadar dan berlalulah bersama manusia.” (HR. Malik dalam al
Muwaththa 2/938, Ibnu Majah 3509, dishahihkan oleh Ibnu Hibban 1424.
sanadnya shahih, para perawinya terpercaya, lihat Zaadul Ma’ad tahqiq
Syu’aib al Arnauth dan Abdul Qadir al Arnauth 4/150 cet tahun 1424 H.
Lihat majalah Al Furqon).
(*) Kata mandi yang ada di sini maksudnya adalah berwudhu sebagaimana
disebutkan Imam Malik dalam kitab Al Muwattho. Wallahu a’lam.
Tanda-Tanda Terkena ‘Ain
Tanda-tanda anak yang terkena ‘ain di antaranya adalah menangis secara
tidak wajar (bukan karena lapar, sakit atau mengompol), kejang-kejang
tanpa sebab yang jelas, tidak mau menyusu pada ibunya tanpa sebab, atau
kondisi tubuh sang anak kurus kering dan tanda-tanda yang tidak wajar
lainnya.
Sebagaimana dalam hadits dari Amrah dari ‘Aisyah radhiallahu’anha, ia
berkata, “Pada suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk
rumah. Tiba-tiba beliau mendengar anak kecil menangis, lalu Beliau
berkata,
ما لِصبيِّكم هذا يبكي قهلاََ استرقيتم له من العين
“Kenapa anak kecilmu ini menangis? Tidakkah kamu mencari orang yang bisa
mengobati dia dari penyakit ‘ain?” (HR. Ahmad, Baqi Musnadil Anshar.
33304).
Begitu pula hadits Jabir radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata kepada Asma’ binti Umais, “Mengapa aku lihat
badan anak-anak saudaraku ini kurus kering? Apakah mereka kelaparan?”
Asma menjawab, “Tidak, akan tetapi mereka tertimpa ‘ain”. Beliau
berkata, “Kalau begitu bacakan ruqyah bagi mereka!” (HR. Muslim, Ahmad
dan Baihaqi)
Berlindung dari Bahaya ‘Ain
Sesungguhnya syari’at Islam adalah sempurna. Setiap hal yang
mendatangkan bahaya bagi umatnya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam tentu telah menjelaskan tentang perkara tersebut dan cara-cara
mengantisipasinya. Begitu pula dengan bahaya ‘ain ini.
1. Bagi Seseorang yang Memungkinkan Memberi Pengaruh ‘Ain
Berdasarkan hadits Abu Umamah di atas maka hendaknya seseorang yang
mengagumi sesuatu dari saudaranya maka yang baik adalah mendoakan
keberkahan baginya. Dan berdasarkan surat Al Kahfi ayat 39, maka ketika
takjub akan sesuatu kita juga dapat mengucapkan doa:
مَا شَآءَ اللهُ لاَ قُوَّةَ إلاَّ بِا للهِ
Artinya:
“Sungguh atas kehendak Allah-lah semua ini terwujud.”
2. Bagi yang Memungkinkan Terkena ‘Ain
Sesungguhnya ‘ain terjadi karena ada pandangan. Maka hendaknya orang tua
tidak berlebihan dalam membanggakan anaknya karena dapat menimbulkan
dengki ataupun kekaguman pada yang mendengar dan kemudian memandang sang
anak. Adapun jika memang kenikmatan itu adalah sesuatu yang memang
telah nampak baik dari kepintaran sang anak, fisiknya yang masya Allah,
maka hendaknya orang tua mendoakan dengan doa-doa, dzikir dan ta’awudz
yang telah diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, diantaranya
adalah surat muawadzatain (surat Annas dan al-Falaq). Ada pula do’a yang
biasa diucapkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta
perlindungan untuk Hasan dan Husain, yaitu:
أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانِِ وَ هَامَّةِِ وَ مِنْ كُلِّ عَيْنِِ لامَّةِِ
“Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang telah sempurna dari
godaan setan, binatang beracung dan dari pengaruh ‘ain yang buruk.” (HR.
Bukhari dalam kitab Ahaditsul Anbiya’: 3120)
Atau dengan doa,
أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَِ
“Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang telah sempurna dari kejahatan makhluk-Nya.” (HR. Muslim 6818).
Kemudian, terdapat pula do’a yang dibacakan oleh malaikat Jibril
alaihissalam ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapat gangguan
setan, yaitu:
بِسْمِ اللهِ أرْقِيكَ مِنْ كُلِّ شَيْءِِ يُؤْذِيْكََ مِن شَرِّ كُلِّ نَفْسِِ وَ عَيْنِ حَاسِدِِ اللهُ يَشْفِيكَ
“Dengan menyebut nama Allah, aku membacakan ruqyah untukmu dari segala
sesuatu yang menganggumu dari kejahatan setiap jiwa dan pengaruh ‘ain.
Semoga Allah menyembuhkanmu.”
Dan terdapat do’a-do’a lain yang dapat dibacakan kepada sang anak untuk
menjaganya dari bahaya ‘ain ataupun menyembuhkannya ketika telah terkena
‘ain. (lihat Hisnul Muslim oleh DR. Sa’id bin Ali bin Wahf Al Qahthani
atau Ad Du’a min Al Kitab wa As Sunnah yang telah diterjemahkan dengan
judul Doa-doa Dan Ruqyah dari Al-Qur’an dan Sunnah oleh DR. Sa’id bin
Ali bin Wahf Al Qahthani)
Kesalahan-Kesalahan Dalam Penjagaan dari Bahaya ‘Ain atau Sejenisnya
Memang bayi sangat rentan baik dari bahaya ‘ain ataupun gangguan setan
lainnya. Terdapat beberapa kesalahan yang biasa terjadi dalam menjaga
anak dari gangguan tersebut karena tidak berdasarkan pada nash syari’at.
Diantara kesalahan-kesalahan tersebut adalah:
1. Menaruh gunting di bawah bantal sang bayi dengan keyakinan itu akan
menjaganya. Sungguh ini termasuk kesyirikan karena menggantungkan
sesuatu pada yang tidak dapat memberi manfaat atau menolak bahaya.
2. Mengalungkan anak dengan ajimat, mantra dan sebagainya. Ini juga
termasuk perbuatan syirik dan hanya akan melemahkan sang anak dan orang
tua karena berlindung pada sesuatu selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Perlulah kita selalu mengingat, bahwa sekalipun kita mengetahui bahaya
‘ain memiliki pengaruh sangat besar dan berbahaya, namun tidaklah semua
dapat terjadi kecuali dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan kita
sebagai orang Islam tidaklah berlebihan dalam segala sesuatu. Termasuk
dalam masalah ‘ain ini, maka seseorang tidak boleh berlebihan dengan
menganggap semua kejadian buruk berasal dari ‘ain, dan juga tidak boleh
seseorang menganggap remeh dengan tidak mempercayai adanya pengaruh ‘ain
sama sekali dengan menganggapnya tidak masuk akal. Ini termasuk
pengingkaran terhadap hadits-hadits shahih Nabi shalallahu ‘alaihi
wasallam. Sikap yang terbaik bagi seorang muslim adalah berada di
pertengahan, yaitu mempercayai pengaruh buruk ‘ain dengan tidak
berlebihan sesuai dengan apa yang dikhabarkan Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam. Wallahu a’lam.
Penulis: Ummu Ziyad
Muroja’ah: Ust. Subhan Khadafi, Lc
Salam Tim Redaksi Tabloid Bekam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar